Rabu, 21 Desember 2011

pulang

dari beranda sepi dan suara senandung kidung-Nya
merapalkan aksara doa kepada-Nya
aku berdiri di batas senja yang berjanji

dari bumi etam di garis khatulistiwa
malam cepat merambatkan cahaya emas
aku rindu purnama ini

dari pelataran berselimutkan mantra cinta
mereka berpilin dan mengaduh di sketsa jarak
mengejar waktu untuk berhenti

pada petang yang pikun dan malam yang tertatih berat
menyambut kelahiran sang pagi
samar kau membayang dengan syahdu dan senyuman
aku di seberang..hanya menanti

Kamis, 15 Desember 2011

Materi Keterampilan Menyimak: meningkatkan Daya Simak Siswa Didik

Meningkatkan Daya Simak siswa didik

Kegiatan-kegiatan mempertinggikan daya simak siswa:
*Guru memperkenalkan bunyi-bunyi, jeda, pola intonasi, tekanan yang kontrastif
*Menceritakan suatu kisah
*Menirukan suatu dialog
*Menyimak pada rekaman-rekaman
*Menyimak apresiasi seni
*Kegiatan wawancara

Sikap guru turut mempertinggi daya simak siswa
Sikap guru yang bagaimanakah yang turut meningkatkan dan mempertinggi
daya simak para siswa?


R.G. Nichols dan Leonard A Stevens dalam bukunya yang berjudul “Are You Listening?”
Sediakanlah waktu untuk menyimak
#Berilah perhatian
#Berikanlah reaksi lisan yang wajar
#Jangan mengorek-ngorek fakta tambahan
#Jangan menilai apa yang telah dikatakan
#Jangan menghilangkan kepercayaan akan kemampuan si pembicara untuk memecahkan #serta menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri

Beberapa kegiatan di kelas yang dapat memberikan penekanan pada keterampilan-keterampilan menyimak
@Biasakanlah secara rutin memberi petunjuk-petunjuk hanya sekali saja dalam suatu pelajaran
@Sering-seringlah menggunakan ujian lisan
@Membuat review lisan terhadap pelajaran hari sebelumnya
@Membuat rangkuman lisan
@Lakukan permainan-permainan lisan

A good listener
*Berlaku sopan santun
#Memperoleh fakta-fakta
*Benar-benar memusatkan perhatian
#Menyimak dengan pertimbangan sehat
@Dapat memanfaatkan apa yang disimaknya

Sabtu, 10 Desember 2011

Aku dan perempuan itu, kekasih..

Tengah malam, aku baru menyelesaikan sebuah naskah di depan laptopku. Sementara dua gelas kopi, segelas air putih, sebotol sirup multivitamin, teronggok setia di sudut meja kerjaku. Aku bangkit dari dudukku dan menyelonjorkan otot-otot punggungku yang kaku dengan berbaring di sofa. Oh..malam...hujan yang mendadak menyiram bumi etam. Beranjak menatap di bingkai jendela, bersandar pada selembar sajadah usang.Sisa waktu adalah keheningan, tersungkur dengan air mata dan doa. Menyepi, sendiri menuju sang Maha Sendiri. Rindu dalam kesenyapan

Perempuan itu menyenandungkan lagu kesunyian di tengah malam. Sang jibril menemaninya dengan setia, apakah masih pantas rapalan doanya menghuni langit-Nya, ketika tahu bahwa palungnya ternoda? Apakah masih pantas rapalan doanya meminta sang lelaki itu menjadi tulang penyangganya yang kian rapuh? Senandungnya hanya tinggal senandung. Hanya bisa terpaku senyap menyapa buih bayangan sang lelaki.

Kekasih..tadi senja menyilaukan merah saga. Lantang sinarnya menjingga, mengkilau. Apakah senja itu perpisahan? Entahlah. Aku hanya bersenandung lirih sambil memandang jauh ke arah laut lepas. Riak ombak, ramai pejalan kaki menjadi pemandangan yang sejenak meyekat pikiran. Sejenak desau angin menyapu udara. Menyadarkanku dari kesendirian. Sesaat aku memaki. Untuk apa aku di sini seorang diri? Berada di antara ratusan orang yang melenggang bergandengan dengan menyungging senyum menebar tawa kegembiraan. Sejenak aku dihinggapi rasa iri yang menusuk dalam, menggerogoti logika warasku tanpa perlawanan ketika kudapati puluhan pasang mata berbinar duduk dibuai kemesraan, dan aku?
Cuaca murung, hujan turun selembut embun namun cukup membasahkan.

Kekasih..aku bertemu dengan dia, perempuan itu. Bolehkah aku menyebutkannya dengan "perempuanku", kekasih? Aku menyukainya. Aku melihatnya di pelepasan senja. Perempuan itu berdiri di batas nadirnya, rapuh dengan paras tegarnya. Baginya, hidup adalah sebuah perjalanan panjang menuju keabadian. Dia mengisahkan aksara hidup yang telah dia guratkan selama nafas dan waktu memihaknya.

Perempuan itu melukis dosa yang tak terjemahkan. Ia tulis rahasia puisi yang perih dendam dalam gesekan rebab lalu ia hentakkan tarian yang gelap dan mistis. Segerombolan lelaki melata di atas perutnya. Mengukur berapa leleh keringat pendakian itu. Perempuan itu membangun surga dalam genangan air mata, menciptakan sungai sejarah sepanjang abadi. Meski di antara barisan rapi para lelaki yang dulu merajah jiwa raganya. Dan Tuhan menamainya takdir.

"Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihat aku Tuhan, kan kutuntaskan pemberontakanku pada-Mu!" Katanya setiap kali usai bercinta yang dilakukannya dengan tangis, sakit, muak. Perempuan itu muak dengan semua laki-laki. Dendam? Aku tidak tahu.
Ah...perempuan, hati membumbung kebencian terhadap para lelaki dengan topeng-topeng kemunafikannya,yang selama ini meneriakkan tegaknya moralitas tersingkap dengan amarah perempuan itu. Namun ketika cinta anugerah dari Tuhannya menyapanya, perempuan bimbang antara luka, benci, marah, sesal menyatu pada palungnya. Tertunduk menekuri di bawah kaki Tuhannya.

"Lelaki itu mencintaiku, namun aku marah ketika dia mengungkapkannya. Kau tahu? Aku tak pantas untuknya. Dia terlalu sempurna. Aku adalah jalang. Aku adalah dina. Sudah beragam lelaki yang mencicipi tubuhku." Tangisan lirihnya yang menyungkur hatiku. Aku terpana. Sebuah pengakuan. Pengakuan yang menyentakku. Kata-katamu menusuk, terluka. Membuatku takzim. Aku mendengarkanmu, perempuanku. Aku menangisimu.
"Suruh dia meninggalkanku, banyak wanita yang lebih terhormat, berharga, suci dibandingkan aku." Katamu di sela isak senja. "Biarlah aku naif, biarlah aku luka, biarlah aku sakit, munafik. Aku mencintainya. Biarkanlah cinta ini kubawa dalam kesenyapanku." Lirihmu.
"Dia tahu jika kau..."
"Tak perawan?" Tukasmu cepat. "Iya dia tahu. Dia berusaha membimbingku keluar dari trauma panjangku."
"Dia lelaki bijak, sayang. Dia mencintaimu. Dia menerima kamu apa adanya. Semua manusia tak ada yang sempurna, sayang. Begitu juga aku. Aku tak beda jauh denganmu, perempuanku. Aku hidup dari ketidaksempurnaan. Melalui dosa aku bisa dewasa dalam memahami hidup ini, terlebih hidupku. Aku juga mencintai seorang lelaki. Lelaki sederhana. Lelaki bermata syahdu. Lelaki yang tersirat dan tersurat pertemuannya diguratkan oleh-Nya. Dengannya aku semakin mencintai waktu dan diri-Nya. Namun, dia masih bersama perempuan yang dicintainya. Justru akulah yang naif, absurd, munafik, sayang. Aku tetap mencintainya. Cinta dalam kesenyapan. Dan aku menikmatinya." Perbincanganku bersamanya di kala senja yang berwarna merah saga.

Kekasih...adakah kau di sana merindukanku? Seperti aku merindukanmu? Akulah yang absurd. Mencintaimu, mempertahankan rasa ini. Terbesit raga ini ingin bersamamu, selamanya. Namun, aku hanyalah seorang perempuan yang tak sempurna, yang hanya bisa berharap terhadap Tuhanku. Sempat raga ini menyerah. Rasa tak menyerah. Biarkanlah aku jadi seperti itu. Tuhanku yang tahu, kekasih. Terima kasih mencintaiku.

Wajah langit mulai menggelap sepertiga malam. Aku teringat-Nya dan teringat dirimu. embun mulai mengkristal ketika mengingat semua perjalanan hidupku, kekasih. Tasbih setia menemani malam-malamku. Dalam rintihan doa syukur. Bimbing aku lebih mencintai-Nya, kekasih.

@sepertiga malam di tanah etam

Rabu, 07 Desember 2011

gerhana mata

Gerhana Mata

Malam selalu memberi ketenangan. Banyak kenangan yang begitu mudah dikais dalam ruang-ruang kegelapan. Kenangan yang memang hanya layak mendekam dalam gelap itu seolah mengacung-ngacungkan telunjuknya meminta waktu untuk diingat setiap kali malam bergulir, di atas pembaringan tanpa kekasih yang tak akan hadir.

Banyak orang yang begitu takut pada malam. Pada gelap. Pada sesuatu yang membuat mata kita seolah buta dan mau tak mau harus meraba-raba. Membuat jantung mereka berdegup lebih kencang. Membuat mereka tak tenang. Membuat mereka rela menukar ketidak-tenangan itu dengan harga listrik walaupun harganya semakin tinggi menjulang.



Tapi saya selalu merasa malam memberi ketenangan. Semakin gelap semakin ramai. Hampir menyerupai pasar malam yang ingar bingar namun tanpa penerangan. Sehingga saya tak pernah merasa ketakutan. Tak pernah merasa tak tenang. Sepanjang mata memandang, hanyalah kegelapan. Tubuh kelihatan amat samar. Namun, suara-suara begitu jelas terdengar. Begitu dekat. Sedemikian dekat sehingga aroma napas si empunya suara itu di hidung terasa melekat. Mata saya mulai merapat, semakin gelap, semakin semuanya akhirnya begitu terang terlihat.

Mungkin karena itulah saya begitu membutuhkan cinta. Seperti malam. Seperti gelap. Cinta pun membutakan. Saya tidak butuh kacamata matahari demi mendapatkan gelap di kala siang menyala. Saya tidak perlu menutup semua tirai dan pintu serta menyumbat sela-sela terbuka yang membiarkan cahaya menerobos masuk supaya kegelapan yang saya inginkan sempurna. Saya hanya perlu mencinta dan dengan seketika butalah mata saya.

Saya menamakan kebutaan itu gerhana mata. Orang-orang menamakannya cinta buta. Apa pun namanya saya tidak peduli. Saya hanya ingin mendengar apa yang ingin saya dengar. Saya hanya ingin melihat apa yang ingin saya lihat. Dan hanya ialah yang saya ingin lihat, sang kekasih bak lentera benderang dalam kegulitaan pandangan mata saya. Dari sinarnyalah saya mendapatkan siang yang kami habiskan di ranjang-ranjang pondok penginapan. Saling menatap seakan hanya siang itu hari terakhir kami bisa saling bertatapan. Saling menyentuh seakan hanya siang itu hari terakhir kami bisa saling bersentuhan. Dan melenguh seakan hanya siang itu hari terakhir kami bisa saling mengeluarkan lenguhan.

Di saat-saat seperti itu, di kebutaan seperti itu, saya tak perlu meraba-raba. Tak pernah ada waktu untuk berpikir apa yang akan terjadi di hari esok. Apakah benar masih ada hari esok. Atau apakah masih perlu akan hari esok. Walaupun tidak jarang kebutaan yang memabukkan itu terganggu oleh suara-suara dari luar dunia, seperti suara-suara ponsel yang berdering tak henti-hentinya, namun dengan seketika gerhana mata bekerja. Suara-suara ponsel yang mengganggu itu berubah menjadi suara lagu. Lembut mendayu-dayu. Tak saya sadari lagi ketika tubuhnya pelan-pelan memisah dan menjauh. Tak terdengar suaranya yang sengaja dibuat lirih ketika menjawab panggilan telepon dan mengatakan kalau ia sedang tidak ingin diganggu dengan alasan penyakit lambungnya tengah kambuh. Saya tetap merasakan tubuhnya melekat. Saya tetap mendengar suaranya melantunkan senandung yang membuat saya merasa itulah saat terindah untuk sekarat. Saya masih melihat matanya sedang menatap. Mata yang seperti mengatakan bahwa tidak ada siapa pun di dunia ini yang berarti kecuali saya. Tidak ada apa pun di dunia ini yang lebih penting dari saya. Mata saya pun semakin buta. Dicengkeram gerhana. Semakin kabur. Semakin dalam ke muara cinta tubuh ini tercebur.

Kami hanya bertemu kala siang. Kala api rindu sudah semalaman memanggang. Kala segala garis maupun lekukan amat nyata terlihat dengan mata telanjang. Segala garis maupun lekukan itu selalu diikuti bayang-bayang. Dan dalam bayang-bayang itulah kami betemu dan bersatu. Di sanalah kami saling menjamu keinginan antara satu dengan yang satu.

Banyak yang mempertanyakan. Kenapa saya bertemu hanya kala siang? Kenapa tidak pagi atau malam? Karena buta, saya bilang. Dalam kebutaan saya bisa mengadakan apa pun yang saya inginkan. Tak terkecuali pagi. Tak terkecuali malam.

Banyak yang tambah mempertanyakan. Kenapa harus buta? Kenapa tidak menggunakan mata asli demi melihat pagi asli atau malam asli. Kenapa harus menciptakan buta yang tak asli? Karena cinta, saya bilang. Dalam cinta saya bisa merasakan segala sesuatunya asli, walaupun di kala pagi dan malam yang tak asli.

Terus terang, saya tidak pernah dapat memastikan apakah pertanyaan-pertanyaan itu asli. Kadang saya merasa pertanyaan-pertanyaan itu tidak datang dari orang-orang, melainkan datang dari diri saya sendiri. Sehingga saya pun tak dapat memastikan apakah jawaban saya asli. Karena tidak mungkin sesuatu yang asli lahir dari yang tak asli.

Namun lagi-lagi perasaan ini terasa asli. Walaupun kami hanya bertemu kala siang, atau kala pagi dan malam yang tak asli. Kalimat di bungkus kondom “ASLI, SERATUS PERSEN ANTI BOCOR” yang kami robek sebelum bercinta pun asli. Hangat kulitnya yang tak berjarak. Gerakan tubuhnya yang sebentar menarik sebentar menghentak. Bunyi ranjang berderak. Jantung keras berdetak. Suara yang semakin lama semakin serak, adalah asli. Membuat saya selalu merasa tak pernah cukup dan ingin mengulanginya kembali.

Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki beristri. Bertemu kala siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kala siang dengan durasi waktu yang amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa amat panjang dalam penantian dan rindu yang mengimpit. Membuat saya kerap merasa terjepit. Antara lelah dan lelah. Antara pasrah dan pasrah. Saya terjebak dan berputar-putar pada dua pilihan yang sama. Saya jatuh cinta.

Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika, mungkin tak akan seperti ini saya tak berdaya. Mungkin suara-suara yang kerap menghantui dengan pertanyaan dan jawaban akan lain bunyinya. Mungkin malam akan membuat saya takut. Dan dengan tubuh lain ke dalam selimut saya akan beringsut. Juga tak akan ada siang di mana saya meradang dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.

Mungkin?

Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam. Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telah membutakan kami berdua.

Mungkin?

Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.


Gerhana Mata-Djenar Maesa Ayu

Kamis, 24 November 2011

oh..perempuan

oh..perempuan..
tak ada nyanyian pagi ini..setelah kau hilang di persimpangan
menikahi bis kota..membawamu entah kemana
tadi malam kau tembangkan gambuh..dalam gelap tanpa purnama
katamu ini asmaradhana..birahi tak terlepaskan

oh..perempuan..
tak akan ada nyanyian esok hari
setelah kau ambil keputusan..meniduri sang lara
bersenggama meregang nyawa
terbelai angin laut kau tembangkan megatruh
tanpa teman di ujung pantai..

oh..perempuan..adakah yang masih menerima kesucian cintamu, ketika rahwana telah mengisap ragamu..jiwamu..?..
oh perempuan yang akhirnya hanya tertunduk di hadapan-Nya...


@senandung hati malam itu di kemala beach, balikpapan

Rabu, 23 November 2011

aku setangkai bunga liar

aku setangkai bunga liar yang tak bernama
di tengah semak belukar dan rumpun ilalang
aku setangkai bunga sederhana dan seadanya
tak seindah mawar yang anggun atau melati yang harum
aku bunga kebebasan tumbuh di mana saja yang ku inginkan
meski terhempas dari pandang mata

aku bermimpi...
jadi pohon yang akarnya mencengkeram kuat
jadi daun yang bergoyang di senandung angin
jadi batang yang meninggi raksasa

tetapi...usai pertapaanku...aku terjaga...

aku masih setangkai bunga liar
akarku nyata kecil memeluk tanah sedikit depa
hanya serpihan-serpihan kecil yang rapuh
terbawa angin...jauh...
aku tak bisa menjadi pohon ataupun batang
namun bukan sebab aku lemah
karena Illahi memahatku sebegini rupa
aku tidak lemah...tidak mengeluh...
aku tegar...tangguh...

aku setangkai bunga liar tak bernama...tak berwarna mencolok
menikmati setiap tarian angin-Nya
bercanda bersama kupu-kupu

aku setangkai bunga liar dan aku cinta...
bernama dihadapan-Nya
berwarna di tangan-Nya


@aku hanya setangkai bunga liar dan sederhana, semoga berharga dihadapanmu juga, kekasih...

Senin, 21 November 2011

tatapanmu

aku mencintaimu, sang mata syahdu...
tatapanmu menyejukkan jiwaku untuk semakin mencintai-Nya...

Dorothea Rosa, perempuan yang menuliskan perempuan



"Sampaikanlah tema-tema politik dengan bijaksana dan tenang." Kalimat seperti itulah mungkin yang ingin disampaikan Dorothea Rosa melalui karya-karyanya. Buku-buku kumpulan sajaknya adalah Nyanyian Gaduh (1987), Matahari yang Mengalir (1990), Kepompong Sunyi (1993), Nyanyian Rebana (1993), Nikah Ilalang (1995), Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999) dan Kill the Radio (2001) terpilih sebagai pemenang kedua Sayembara Kumpulan Puisi Terbaik 1998-2000 PKJ-TIM.

Sejak kecil bercita-cita menjadi psikolog tapi setelah dewasa yang kesampaian justru menjadi penulis. Ia masih duduk di bangku SMP ketika tulisan pertamanya dalam bentuk opini dimuat di majalah Hai. Ia suka membaca meski bukan berasal dari keluarga berada yang mampu membeli buku.

Perempuan penulis yang mengagumi Sapardi Djoko Damono, W.S. Rendra, dan Arswendo Atmowiloto ini dilahirkan di Magelang, Jawa Tengah, 20 Oktober 1963. Sewaktu kuliah di Jurusan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, puisi-puisinya selalu menghiasi rubrik sastra di harian Sinar Harapan dan Suara Pembaruan.

Sempat beberapa tahun menjadi guru di SMA Gama Yogyakarta. Tapi akhirnya ia terjun total sebagai penyair dan penggiat kebudayaan. Pernah menjadi koresponden harian Suara Pembaruan, majalah Prospek, majalah Sarinah dan sejak tahun 1995 menjadi redaktur Jurnal Kebudayaan Kolong terbitan Magelang, Jawa Tengah.

Rosa pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Muda ASEAN di Philiphina tahun 1990, dan Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda tahun 1995. Tahun 2000, ia menjadi writer-residence di Australia.
Rosa mungkin begitu menyadari dirinya yang perempuan dan untuk itu Ia banyak menulis sajak untuk menggambarkan perempuan dari perspektif seorang perempuan. Citra perempuan Indonesia adalah salah satu sumber inspirasinya yang utama. Sebagaimana dalam dua sajaknya ini.

Surat dari Ibu

kutulis pada lipatanlipatan wajahku yang lelah kukisahkan kekecewaanku
pada sungai yang makin kering menjalari rusukrusuk kota kita. seperti urat
yang tak lagi rajin mengalirkan darah ke penjuru tubuhmu. setiap jatuh daun
dan pendar uap menyanyikan murungku pada hari yang selalu berjalan resah.
detikdetik berjajar melukiskan gairah rumput dan amarah batu yang bisu.
kutuliskan suratku, tak beralamat rindu. tahuntahun yang renta mengurung
perjalanan hati yang tak punya cinta. selongsong waktu yang kerontang
berserakan. harihari baru yang berlumut tumbuh di atas tanah tandus.
kutulis surat ini di atas lelangit cerah di lengkung jejalan setapak ruangkosong.
kereta bayi dan keranda tua beriringan seperti bergegas mencari alamat dan nama.
tak kukirimkan kepada sesiapa....

parkhotel am taunus, oktober 2008


Ibu Sembarang Waktu

setiap pintu dan lapislapis tangga menembus igauan cahaya yang gelisah.
lalu di batas yang jauh sana tidak mudah kutebak bayangan menyingkap pendar udara.
langit mengatup pelahan. menyebarkan gerimis atau selinap embun yang bimbang.
ibuku melahirkan kegelapan dan bukit-bukit tandus. melahirkan kejahatan dan
kekacauan. tapi para dewa menghembuskan jiwa ke dalam cangkang-cangkang sunyi.
kehidupan merayap dalam jubahjubah para suci yang memanggul pedang dan
menenteng kepala. gelombang manusia menggulung dalam rintihan parasit di
pokokpokok pohon hutan asing. ibuku menuliskan kelahiran yang tidak berhenti....
rumahrumah ditinggalkan dalam dinding dan benteng yang renta. genangan sejarah palsu
mengubur lantailantai dan merapuhkan pintupintu dan meniupkan angin untuk
membangunkan geritnya. di langit yang tanpa warna burungburung nazar dan gagak liar
membesutkan
bayangan dan kabar keabadian derita.
ibuku menyusui jejakjejak gelap. gulungan waktu yang kering dan sepi. nyanyian pujian
dan ayat-ayat doa yang teramat jauh mendekap luka yang rindu pada keniscayaan.
anakanak durhaka dikloning dalam tebaran lalat dan serangga pencari darah dan nanah.
tubuhnya yang ditindih bermacam penyakit kelamin membekaskan jejak ludah tarantula tua.
sembarang bayi mengubur tubuhnya sendiri yang rapuh dengan tulangtulang lunak.
jarijari tangannya menggoreskan pesan rahasia: tak terbaca dalam kumpulan riwayat
dan doa pelepasan.
ibuku melahirkan sejarah gelap dan sakit. waktu bergerak memanjati bukitbukit ketakutan
dan detaknya menembus rerimba bisu yang mati. langkahlangkahnya menyanyikan gema
dan irama yang dingin dan sedih. bulan tua menuntaskan kalimat dalam sederet kisah luka.
sebagai telur yang gagal, aku membiarkan cangkangku retak dan menetaskan kesia-siaan....

oberursel, oktober 2008



referensi: http://id.wikipedia.org/

Musikalisasi Puisi, cara lain memahami puisi

Geliat puisi dalam mengapresiasikannya semakin mengendur hal ini karena tak jarang dalam memahaminya ada beberapa kesulitan, jika tidak benar-benar menganalisis. Memahami puisi bukan berarti mengartikan puisi namun lebih memberikan makna pada puisi. Dan cara lain dalam memahami puisi adalah dengan memainkan musik atau lebih dikenal dengan musikalisasi puisi.

Musikalisasi puisi mestinya memang unik sebab proses penciptaan karya musik dan puisi terjadi dua kali. Musikalisasi puisi adalah suatu penciptaan karya puisi yang dikemas dalam sebuah lagu, dimana bait-bait puisi menjadi syairnya. Musikalisasi sebuah puisi menjadikan sebuah puisi “lahir dua kali”. Kelahiran pertama adalah kelahiran bait-baitnya dari sang penyair, dan kelahirannya yang kedua berasal dari sang komposer, pencipta musik, penyanyi serta pemain musiknya.

Dari sudut kaidah bahasa Indonesia istilah "musik puisi", yang disebut "diterangkan menerangkan", maka kata "puisi" menerangkan kata "musik". Kata "puisi" merupakan atribut sifat dari kata utama "musik" hingga pengertian istilah "musik puisi" adalah "musik yang puitis". Istilah "musikalisasi puisi" adalah contoh istilah di mana "puisi" merupakan subjek dari perbuatan, yaitu "memusikkan puisi", atau membuat puisi jadi musik.

Musikalisasi puisi di Indonesia sebenarnya telah tumbuh subur sejak era 80-an. Seniman-seniman pelopor musikalisasi puisi di tanah air seperti Ferdi Arsi, Sapardi Djoko Damono, bahkan Emha Ainun Nadjib dapat disebut sebagai tonggak awal musikalisasi puisi di tanah air. Di ranah yang berbeda dengan tapi boleh disepakati sebagai salah satu bentuk musikalisasi puisi adalah semisal Ebiet G. Ade. Penyanyi balada itu memiliki kebiasaan menulis puisi terlebih dulu sebelum menciptakan aransemen musik bagi puisinya sebelum matang menjadi sebuah lagu yang utuh.

Musikalisasi puisi sesungguhnya dapat didesain menjadi salah satu cara untuk mendekatkan puisi kepada khalayak yang lebih luas, tidak hanya peminat sastra. Musikalisasi puisi dapat memberi penajaman makna sehingga dapat membantu masyarakat yang yang tidak berminat pada sastra akhirnya bisa memahami puisi. Puisi-puisi yang kemudian lebih populer sebagai lagu masih dapat dikategorikan sebagai musikalisasi puisi. Para penggemar Iwan Fals yang semula tidak mengenal WS Rendra dan karyanya akhirnya penasaran untuk membaca karya-karya Rendra. Itu terjadi ketika puisi Rendra yang berjudul "Kesaksian" dinyanyikan Iwan Fals bersama Kantata Taqwa pada tahun 1991. Kasus lainnya adalah puisi "Panggung Sandiwara" karya Taufik Ismail yang dimainkan begitu apik oleh God Bless di era 70-an. Taufik Ismail pun menulis "Pintu Surga" pada tahun 2005 yang berhasil dipopulerkan kelompok musik Gigi.

gadis itu

Aku menemukan gadis itu menyiratkan senyuman penuh luka. Ia membuang wajahnya yang segar itu keluar jendela. Memperhatikan setiap pepohonan yang mulai berderet jarang-jarang di sepanjang jalan dan mobil-mobil yang berlainan arah. Wajahnya seperti perdu ditumpahi hujan yang berkepanjangan dan dimekarkan oleh bunga-bunga berwarna kuning, sekuning baju yang ia kenakan. Begitu dingin dan beku. Namun wajah segar putih yang memantul kekuningan itu adalah wajah yang serupa dengan suasana itu. Siang yang mendung dengan langit keabuan membentang tanpa jeda. Sesekali aku melihat gadis itu menelan ludah saat tatapan kami bertemu. Aku tahu, gadis kuning itu menyukai bunga-bunga yang dipegangnya. Aku menghampirinya.

@Pelataran Solaria, balikpapan

lintasan sepenggal cerita sore itu

Cuaca bumi etam siang ini sungguh galau. Hujan tanpa kenal hari. Aku menyukai hujan, hujan bisa mengaburkan suaraku dan embun menguap ke langit bersama bulir-bulirnya, aku merindukannya. Rindu itu jauh, kekasih. Seperti ujung cakrawala. Bisu dan biru, basah namun dahaga. Seperti langit yang menuang hujan di bumi etam ini, rinduku hanya membayang.
Dingin menyeruak hingga pori-pori kulitku. Kularikan motor kesayanganku di salah satu mall perbelanjaan di kota minyak.

Secangkir espresso dan setangkup donat menemani lelahku di warung kopi yang terkenal di kota ini. Di sudut ruangan menyendiri, mencoba memahami rinai angin laut Balikpapan dan menulis aksara-aksara hati untuk sang kekasih. Terlintas dirinya di pulau seberang. Semesta...aku sangat rindu perjumpaan. Jarak membuih selaksa bulir-bulir riak hujan menyeringai hari. Dingin kekasih, tanpa hadirmu. Aku rindu.

Kepulan espresso merayap melangit bergumpal hangat, melukiskan lintasan percakapan kemarin malam.
"Kapan kau datang? Kenapa tidak memberi kabar? Aku bisa mempersiapkan semuanya". Katamu ketika kita bertemu di koridor ruang perkuliahan.
"Hai, kemarin sore aku datang, kabar selalu baik. Terima kasih, tapi aku sudah di jemput sama temanku, gimana kabarmu selama ini?" kataku, oh si Mata Elang...akhirnya bertemu juga aku denganmu setelah sekian waktu ku tinggal menunaikan tugas. Kau tak berubah, selalu mata elangmu itu mencengkeram mata dan tubuhku, namun bukan luka kali ini yangg kulihat, tapi sebuah kerinduan. Hei...ada kerinduan di mata elangmu.
"Aku senang kau kembali ke kota ini, hhmmm....semoga kita bisa kembali seperti dulu." Lirihmu di antara lengangnya koridor ini. "Maaf jika membuatmu seperti itu." lanjutmu.
"Maksudmu?"....aku paham maksudnya, namun pura-pura adalah hal yang baik.
"Sudahlah lupakan saja, aku tahu kamu di sana sudah menemukan yang lebih baik." uraimu. Aku tahu itu sebuah kekecewaan, sesaat?aku tidak tahu. Aku ingin mengatakannya namun aku telah melihat bahwa dia juga sudah mengerti aku, mengapa aku hanya diam.
Oh... mata elang, tidak segampang itu untuk berkata "kembali seperti dulu". kekecewaan, luka yang kau tanam mencacah hati dan raga. Masih mmebekas. Butuh waktu untuk bisa mengembalikan kesakitan ini. Kini kau kembali menawarkan rasamu. Hanya muak yang menyergap diri ketika bertemu kembali denganmu malam itu.

"Sayangku sudah kembali ke sini, aku sungguh senang...aku rindu semua tentangmu. Aku ingin merajutnya kembali bersamamu." Lelaki satunya lagi ketika pertemuan yang tak terduga di sebuah pementasan teater malam itu. Aku menyebutnya si mata ilalang. Mata ilalang yang pesonanya tak pernah padam di mata semua perempuan hingga kini, namun padam di mataku. "Aku rindu baumu, rindu setiap inchi tubuhmu, rindu kebersamaan kita, say..kembalilah bersamaku." lanjutmu lagi.
"Aku juga rindu, kabar semua tentangku baik-baik saja." jawabku. Ya aku merindukanmu. Merindukan perjumpaan denganmu, perjumpaan yang membuktikan bahwa aku kuat, sanggup untuk berdiri sendiri tanpa seorang lelaki yang telah menorehkan belati setajam sisa embun yang siap melangit lepas. Muak melihatmu mengiba diri malam itu.

aku kangen. kangen berdua bersamamu. kangen hari-hari kita. kau sudah tidak di sini?kapan kau kembali lagi ke sini?aku menunggumu.

Hmm...lelaki yang lain. hanya lewat sms. anak muda, kenapa kau kembali lagi menghubungiku. lelah, berusaha melupakanmu. Anak muda yang penuh bijak, berambisi, percaya diri. Betapa percaya dirinya memperjuangkan hubungan kami di depan keluarganya. Namun akhirnya takhluk juga ketika disodorkan seorang perempuan oleh orang tuanya. Semua harus berakhir. Dan semua itu membuat aku muak.

Muak terhadap lelaki yang telah meracau hidupku. Meninggalkan mereka adalah hal yang harus aku lakukan. Semua luka hanya menyisakan dendam kesumat terhadap semua lelaki. Membuktikan tegar, pura-pura tegar. Membuktikan sanggup, memang aku sanggup melupakan mereka.

Kini tersenyum sinis, melihat, mendengar, ibaan mereka untuk kembali. ah...kembali...sebuah kata yang tak termaafkan jika menyangkut luka. Sebuah trauma masa silam yang belum genap hilang, luka yang mengecap belum sembuh, luka lagi yang menambal hidup.

Ahh....kupalingkan wajahku di bulir hujan, rinai angin menyapa lembut, senyuman tersungging di wajah sendu, aku rindu kamu, kekasih. Betapa perjalanan hidup ini membuatku lelah, aku ingin pulang, rebah ke kasihmu. Aku mencintai-Nya lewat pelukan hatimu. Bimbinglah aku, kekasih. Agar ketika aku pulang ke nirwana-Nya, Dia menerimaku, perempuan terluka dan tak sempurna.


@20 November 2011, J.Co cafe Balcony Balikpapan, sore menjingga...

Jumat, 26 Agustus 2011

kau

kau misterius seperti malam tak berbulan. hadirmu memabukkan seperti aroma rempah-rempah. namun sebelum aku berhasil membongkar misteri tentangmu, sosokmu menguap begitu saja. seperti embun menjelang siang.
kukira nyeri di hatiku juga bisa cepat pergi, dibantu oleh waktu.
aku salah...
perasaanku tak sama lagi setelah kepergianmu. justru kau membuatku mencandu. kau yang kurindu....kau...

Wanginya semerbak kesturi subuh yang menenangkan sukma ini meneduhkan raga ini dari serbuk2 cinta yang menghampiri.......dengan rintik2 cintamu saja sdh membuatku teduh apalagi dengan bonhkahan pulau cintamu yang seluas samudra,,,,,,setitiknya pun tak pernah ku jumpai di musim semi.......kerinduanku tak berujung bak lautan menjulang di samudra yang beserta deruan ombak yg melaju, menari lunglai bak sang penari......kau lagi kau lagi........

aku pikir dengan berhenti memikirkanmu, aku bebas dari bayanganmu...justru aku semakin merindukanmu...hingga kau tahu...rindu ini tak bertepi...sedangkan kau...bergumul dengan bayanganku...seakan-akan aku bersetubuh dengan waktu jika aku merindumu....

daun itu...

Daun itu jatuh dng gemulai seperti tak ingin benar-benar terlepas dari ranting. Seperti ingin mengucapkan salam perpisahan atau sekedar menitipkan pelukan ringan. Perlahan gerimis pun merinai mendendangkan lagu pilu. Bumi dipijaknya dlm keadaan basah kuyup dan kesepian. Perpisahan dng ranting rupanya menyisakan kesendirian tak berkesudahan. Barangkali memang sudah waktunya berpisah. Dan dia mencintai waktunya

bebas

cerita-cerita kecil, episode yang rumit, alur jalan memutar, lorong-lorong gelap
yang sulit untuk sebuah perjalanan...adalah warna yang sekian lama ada..
pada waktu yang sebentar ini...rasanya, memang tak ada yang mesti disesalkan
semua cerita adalah anugerah dan pertanda..yang tak perlu dilupakan, tapi dikenangkan..
sekarang...bebas lepas...engkau...aku...
menarilah diatas awan...kekasih...

kebimbangannya

dia bimbang. meski raga bersama kekasihnya, namun hati terpatri pada kekasih hatinya. dia hanya bisa menangis dan mengulum mantra-mantra Tuhannya. hatinya tak bisa berbohong ternyata masih mencintai kekasih hatinya. hubungan yang tidak bisa dipertahankan. mencintai yang tidak bisa dimiliki. pasti sakit baginya. meski dia bersama kekasihnya yang lain. tak adil memang. dia berjanji untuk berusaha belajar mencintai kekasihnya. aku hanya bisa berkata bahwa lihatlah pengalaman masa laluku yang buruk.

tiga musim

tiga musim alur perjalanan bersama lima generasi yang berbeda membuatku pada satu titik batas kejenuhan dan rasa menghilang dengan sempurna tak menyisakan satupun meskipun itu asa...
menyudut dengan aksara-aksara perkamen dan mengulum mantra-mantra-Mu...aku mencintai-Mu dengan nafasku,kekasih...

@shubuh di ketintang lama

cinta...

cinta membuat dirinya membuka segalanya
tak ada lagi luka yang tersisa
tapi ketika sebuah harapan datang padanya
saat itu dia kehilangan

@dia mencintaimu,namun terlambat...karena dia kehilanganmu.kata "qobiltu" yang membuatnya rindu padamu.

aku rindu

sajakku mulai tumpul..menumbuk keras tak berperasaan.agaknya aku tak lagi mengkaji..larik pelangi milikmu.aku lupa loncatan imajinasi yang kamu tunjukkan.rasanya..aku harus melarikan remasan kertas..untuk kembali bermimpi..mengangkasa dengan sayap bahasa.aku merindukan gesekan pena di secarik kertas buram.aku rindu menulis puisi bintang di hamparan hitam.aku rindu mengeja bait pada rasaku.aku rindu...

terima kasih kenangan

helai surat yang dilambaikan tangan tidak nampak bunyi kalimatnya. kabut menghambat mata untuk lewat tabir hari. uap di kaca masih mengaburkan rahasia.

@ada banyak kisah terajut bersamamu, bersamanya, bersama mereka....sudah waktunya untuk mengakhiri semua...terima kasih untuk semua kenangan....

ketika senja

aku terpaku dalam sore yang hangat
dalam kemilau syair yang menentramkan
namun, ketika kubuka sebuah pesan yang menggetarkan
jiwa ini membeku, terpaan angin senja mulai meraba
membuat jiwa ini semakin mati....
...
haruskah kukabarkan padamu ?

@senja di Batu Ampar lestari

kemerdekaan mana janjimu?

punah sudah harapan...harapan yang dulu di buahi oleh mulut-mulut raksasa pahlawan kita
kata mereka Indonesia merdeka maka semua bebas...bangsa cerdas zonder kebodohan...hidup semakin mengambang sejahtera
namun...
semakin jauh kita dari hari proklamasi
semakin dekat kita dengan pembunuhan, intrik, ketakutan...
sajak...mana janjimu?...janji dalam hati...

@Agustus dipinggiran Balikpapan

kisahmu

di punggungmu, perempuanku...berbaris rapi lelaki yang dulu merajah
dan Tuhan menamainya takdir
di punggungmu, perempuanku...sesekali berguncang menahan sesak seperti perempuan lain menandai luka:...lewat air mata...

@di balkon kita bercerita, my dear...aku bersyukur bertemu denganmu.

dalam episodemu, perempuanku

dia letih memanggul masa silam. perempuan bersayap duka itu menanam senyap di keningnya. bersama pecah cahaya bulan dan pias silsilah luka. berat nian menanggung beban ingatan, pikirnya. dan angin perih tertidur di pahanya, menaruh gigil maut. sayang, kematian yang diburunya masih jauh diluput mata.



siang ini, dia rebahkan kenangan di pinggir lapang halaman. rumahnya tak lagi berkenan menampung peluh dan mengeringkan keruh. cerlang matanya terhalang kabut dan pekat nasib. tak ada keluh tak ada kesah. tak ada deras desah, apalagi airmata: takdir telah mengurasnya sejarak umur.



pertama dia mengenal lelaki saat seperempat abad umurnya. lelaki itu dikenalnya sangat mencinta. pesan pendek sebelum tidur adalah buktinya. begitu menyisakan jejak kesan. hingga suatu siang, lelaki itu datang padanya meminang dan menjinjing sekeranjang wangsit: berikan padaku selaput dara sebagai sesaji penanda cinta. sebagai perempuan miliknya dia pun mengorbankan semuanya. bukan karena cinta, bukan....tak lebih karena keterpaksaan. yang akhirnya dia terhempas pada sebuah kehidupan yang hanya bisa mengapung dalam sebuah status.



datanglah padanya lelaki kedua. lelaki dengan mata elang yang seakan-akan segera menerkam jiwa perempuannya. laki-laki yang ingin bercanda pada hawanya. yang kemudian meninggalkan dalam pasungan luka.



lelaki ketiga. mata ilalang yang harum, berambut sigara dengan senyum memesona. ada yang tak bisa ditolaknya dari lelaki itu: kata-kata sayang dijeda pelukan, dan kecupan di kening setiap memulai perpisahan. sungguh, dia berasa merupa sesungguh-sungguhnya hawa. hingga dilipat ketika, lelaki itu datang menuntut gelinjang ranjang. dan, sesudah seruntun upacara purba, meninggalkan sisa...sendirian merajah hidup.



bermula di sana hikayat luka. dipanggulnya kemana-mana. berhari-hari, bermalam-malam. apakah dia dendam? tidak. dia tidak pernah membiarkan hatinya ditelikung benci. orang tuanya dan agamanya mengajarinya rerupa cara bersabar dan menahan diri. dia tetap berdiri, begitu anggun begitu jelita. menanam kenangan pahit di tubuh dan jiwanya.



tapi, beberapa musim kemarin...seorang lelaki muda bersahaja menawarkan nirwana. terlupa semua bara neraka yang pernah singgah. dia pasrah memberi sepasrah menerima. dan...berbekal sayang...menyesap tamat di puncak dada. mengisap cairan paling perempuan di liang kelaminnya. lelaki itu pergi tanpa ciuman penghabisan.



dia bergegas menutup rapat semua pintu dan jendela. tak ada lagi yang bisa bertamu. tak ada lagi yang akan dijamu. dia perempuan berluka, memerah nestapa di beranda rumah...walaupun ada lelaki lain yang akan menerima hidupnya...dia mematung...mengulum hidupnya sendiri...hingga membuatnya membenci sosok laki-laki...



dia bukan sedang menggugat lelaki, meski bulan pecah di kepalanya. bukan pula mengacungkan yel-yel emansipasi. dia hanya memalung tanya...adakah selain berahi yang dicari lelaki?



@di balkon rumah Batu Ampar Lestari Balikpapan

hujan di Batu Kajang

langit tertidur, irama rintik hujan bersauh gemericik pelan, angin berhembus sayu, tak berani mengusik, takut daun-daun berisik...
lengang..senyap..sunyi..hening..
tugasmu Kriiik si jangkrik lucu...tugasmu kroook si kodok tampan..
menyumbangkan alunan musik, jadi nina bobo mata-mata yang masih mendelik...

@hujan di hutan batu kajang

perjalanan

ketika kita lupa bersyukur kita ingin hidup kaya, padahal hidup adalah sebuah kekayaan, kita takut memberi padahal semua yang kita miliki adalah pemberian, kita ingin jadi yang terkuatpadahal musuh terkuat kita adalah dari kita sendiri, kita selalu takut malu di depan manusia tapi terkadang kita lupa malu kepada Allah...

@thax buat ardy..teman perjalananku ke pedalaman paser...

usia tiga puluhku

perjalanan yang panjang...episode yang panjang...banyak tema cerita telah terangkai menuju usia tiga puluh...terima kasih untuk-Mu, kekasihku...karena telah memberikan nafas dan menuntunku menuliskan lembar-lembar cerita kehidupanku yang selalu kubingkai dalam perkamen hati. dan terima kasih pula untuk teman-teman yang masuk ke dalam episode cerita hidupku.

Rabu, 03 Agustus 2011

episode bersamamu


Engkau lelaki sederhana biar kupandangi mata teduhmu yang serupa telaga. Biarkan hingga aku tenggelam dalam pusaranmu yang tenang dan menghanyutkan. sejukmu membasuh luka memberi kesegaran di tubuhku. Kau tak perlu sebiru samudra dan tak perlu seluas laut lepas. Tak banyak yang kumau, hanya kesungguhan dan ketulusan darimu. Bukankah itu yang telah kau berikan padaku saat aku duduk bersandar diantara penat dan lelahku. Kau biarkan kakiku berendam di beningmu.

 Ku berlayar di tengah badai, akankah sampai waktuku berlabuh di dermaga cinta. Kukayuh biduk sederhana tanpa dayung. Akankah tiba masaku menggapai pelabuhan hati. Malam berganti siang, rembulan dan matahari berkejaran tak henti menjaga. Takkan perih kubawa letih kearah tuju hingga sampai di ujung samudramu yang terus bergelora. Aku tahu hidup baru menunggu, sebuah bilik hangat di tanah harapan. Dan karena kumau maka ku sanggup wujudkan mimpiku.

Tak perlu kau ucapkan kata cinta padaku jika itu hanya karena rasa kasihan dan terpaksa. Engkau tahu yang kupunya hanyalah ketulusan dan kesungguhan. Karena aku telah mengenalmu dan aku percaya padamu maka telah kuputuskan untuk setia dan bersabar menunggu. Kuketuk pintu-Nya memohon petunjuk kemana arah harus kutuju bersamamu. Salam rindu wahai kekasih bayang. Kau dan aku itu kita.

Bila saatnya tiba maka yang dicintai akan pergi dan yang didamba akan hilang. Hidup akan terus berjalan meski penuh dengan tangisan. Andai aku bisa mengulang semua waktu yang terbuang namun kutahu tak akan bisa walau dengan berlinang air mata. Seiring waktu berlalu tangis tawa di nafasku, hitam putih dihidupku semua ada ditangan-Mu. Biarkan aku bersandar hanya dalam cinta-Mu ya Allah Engkaulah sang Maha Cinta.

Saat aku begitu merindukanmu semakin terasa betapa kesepiannya aku tanpamu. Lalu disaat kubuka kembali semua kenangan tentangmu semakin membuatku merasa betapa inginnya hatiku berlari pulang memelukmu tanpa harus menunggu. Bukan cinta bila tak merasakan rindu. Bukan pula cinta bila tak ada kesetiaan dan kesabaran dalam menunggu indahnya pertemuan . Sampai Tuhan menyatukan kita kekasih, sementara biar kusibukkan dulu diriku dengan karya hingga tibanya masa indah kita.

Di dunia ini tak ada yang abadi, bila hati sedang senang jangan terlalu senang karena ia juga bisa hìlang. Bila sedih jangan sampai perih menyayat hati menggigit nadi bersimbah darah berurai airmata. Tak ada kesedihan yang abadi dan kesenangan juga tak akan selamanya. Siang akan berganti malam, matahari akan terbit setelah menghilang rembulan. Ada saatnya bagi setiap insan menemukan kebahagiaan setelah penderitaan yang panjang. Begitu pula sebaliknya.

 Cinta telah melembutkan hatiku, cinta pula yang membuatku tenang. Bara api yang semula menyala hebat kini padam oleh siraman kasih-Nya. Ampuni aku karena kelemahan dan kekuranganku ya Allah. Aku hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa. Aku ditengah kesombongan dan ketakaburan namun Engkau selalu menuntunku. Aku hanyalah seorang perempuan sederhana dengan pemikiran sederhana dan kehidupan yang juga sederhana, mencoba bertahan sendiri di tengah badai gurun tempatku berpijak. Sekali lagi dan lagi, selalu Engkau yang menyelamatkanku.

@@@episodeku bersamamu di bulan juni...terima kasih kau pernah masuk dalam kehidupanku dan sebagai sandaran lelahku...







Rabu, 13 Juli 2011

catatan harian

Catatan Harian sebagai Titik Tolak Pengembangan Kemampuan menulis



Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan atau keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai pelajaran bahasa setelah mendengarkan, membaca, dan berbicara. Dibandingkan dengan ketiga kemampuan berbahasa yang lain, keterampilan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi karangan. Catatan harian merupakan salah satu media pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan menulis. Yang dapat dikembangkan ke dalam bentuk sebuah karangan maupun cerita.

Catatan harian adalah sumber inspirasi dalam menulis, khususnya menulis cerita fiksi. Dengan catatan harian, kita juga sulit atau tidak bisa berbohong pada diri sendiri.Jika kepekaan kita akan lingkungan sekitar terasah, kelak inspirasi menulis juga bisa bersumber dari catatan harian ini.

Menulis catatan harian boleh dibilang setengah perjalanan kita menulis cerita pendek (cerpen). Catatan harian yang bijak, tidak melulu bercerita tentang diri dan keluarga dekat kita, tetapi juga orang lain dan lingkungan sekitar. Menulis catatan harian janganlah melulu egocentris, dimana diri adalah sebagai pusat atau objek cerita. Lihat sekeliling kita: ada sopir kita, pembantu kita, tetangga kita yang tertimpa kemalangan, peminta-minta jalanan, atau pengamen yang datang ke rumah kita. Bila kita peka dan pandai berempati, kelak imaji liar kita mampu menangkap suasana batin mereka, orang-orang di sekeliling kita itu.

catatan harian sering dinilai berkadar sastra karena ditulis secara jujur, spontan, sehingga menghasilkan ungkapan-ungkapan pribadi yang asli dan jernih, yakni salah satu kualitas yang dihargai dalam sastra.

Ada beberapa jenis peristiwa yang dituliskan dalam catatan harian, diantaranya adalah peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan, sekolah, pekerjaan, peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan organisasi, lembaga, aktivitas di luar kerja, peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan individu yang merupakan aktivitas individu seseorang dalam kehidupan sehari-hari,kemudian peristiwa kegiatan yang sifatnya sangat pribadi, misalnya hubungan dengan seseorang atau pacar, atau seseorang yang dicintainya.


@teruntuk mahasiswa saya terutama program bahasa dan sastra indonesia.
ada tugas terstruktur untuk anda, ini berkaitan dengan sebuah penelitian dan kemampuan anda di bidang menulis.
* tulislah kegiatan anda setiap hari dan tuangkan ke dalam catatan harian anda selama kurun waktu 3 bulan.
dan klasifikasikan ke dalam 4 jenis peristiwa catatan harian:
1. peristiwa yang berhubungan dengan perkuliahan
2. peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan organisasi
3. peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan individu
4. peristiwa yang bersifat pribadi


Terima Kasih

Senin, 11 Juli 2011

malam ini

aku berbincang lagi bersama malam
di antara sunyi malam-malam-Mu...

bulan sabit tampak polos menatap bintang bertaburan
di batas keraguan...menghitung waktu, capai kesempurnaan cahayanya
...
malam yang kesekian kali...
biarlah aku dalam kerinduan
rasa yang akan menghukumku sepanjang malam, karena telah mencintaimu
biarlah kutahankan, jika memang itu keinginanmu...

@bulan sabit masih nongkrong di Ketintang

rinduku meradang

aku menulis sajak ini, ketika perasaanku memuncak
saat ini malam telah larut dan embun mulai melayang turun perlahan
di jelaga langit-Nya...bulan setengah sabit
bulan...jangan pandangi aku
karena sinarmu buat aku rindu sirat matanya
...bulan...jangan menatapku
karena cahyamu biaskan gurat senyumnya
bulan...rinduku meradang...

@bulan sabit hadir di ketintang

untuk kesekian kali

bulan itu telah kehilangan bintangnya.....sakit....perih.​...bolehkah meneteskan air mata untuk kali ini?

Rabu, 29 Juni 2011

kala hujan aku merindukanmu


langit menyerpih menjadi buliran-buliran bening
kala denting hujan masih kurasakan ketika malam menggema di antara riuhan gemuruhnya
melihatkah engkau hal yang sama?

entah berada dimana dirimu
tak tampak pandang walau hati terus mengenang
resah selalu tertinggal dalam diri
rasa ini, rindu ini mengapa terus mengepung palung jiwa

malam yang semakin menjelaga...merapalkan doa-doa pada perkamen usang
terus mengiba pada Tuhannya untuk bertemu dengan sang kekasih
menahan dan terus tertahan tak ada yang bisa membawa berjumpa
kegelisan di batas nadir membuat ku risau akan sebuah kerinduan



@hujan di Ketintang

Senin, 27 Juni 2011

wanita menjalin kasih dengan budaya dan pola pikirnya

Budaya sering menempatkan pria dihierarki teratas. Sedangkan wanita dikaitkan pada kodratnya yang lemah. Demi adat dan budayanya, wanita terpaksa berdiam pasrah pada "comfort zone" dan menjadi kaum marjinal. Meski tuntutan persamaan gender, keras disuarakan. Justru menghadirkan dilematis pada pola pikir yang masih terkungkung oleh norma, di mana terkadang ketidak wajaran harus menjadi bagian dari hidup mereka.
Namun semua itu harus diperjuangkan, karena wanita adalah sosok manusia yang perlu dan harus mendapat tempat terlayak dengan tatatan kehidupan yang wajar tanpa harus mengalah dan selalu menjadi pihak yang dikorbankan atas nama adat istiadat dan agama sekalipun.
Keselarasan dan harmonisasi untuk berdiri tegak antara kodrat, budaya dan pola pikir mandiri sebagai sosok perempuan harus selalu ditanamkan, diterapkan dalam hidup dan tentunya berani untuk menangkis segala resiko sosial dengan keluwesan sebagai seorang perempuan.
Dan tentunya semua itu tergantung kepada individu wanita dalam menjalin kasih dengan budaya serta pola pikirnya.

Minggu, 26 Juni 2011

tiga musim sketsanya

tiga musim yang telah dilaluinya....
sang perempuan di batas nadirnya. ratapan menggema menembus dinding awan
pada gelanggang air mata. tak kan memutus harapan
pada pagar keimanan. menyusun takdir mengubah nasib. dalam rapalan doanya

tiga musim yang dilaluinya...
merangkak tertatih tersasar perih. perlukah menangis dan terus mengalah...
ingin rasanya setapak maju. meski kerikil meranggas
namun derita kemarin mengejar bayang

tiga musim yang dilaluinya...
bercumbu, meraga, dan merenungi alam sketsa-Nya
sendiri...bersimpuh di hadapan-Nya

adakah ruang menyimpan sirna?
adakah pohon memayungi hidupnya?
akar yang mencengkeram harapan?
angin yang mengusir derita?
masih adakah yang sudi?
masih adakah yang sayang?

tiga musim dilaluinya...
perempuan itu berdiri di batas nadirnya...rapuh dengan paras tegarnya
baginya...hidup adalah sebuah perjalanan panjang menuju keabadian...


@Ketintang yang selalu bening....

Jumat, 24 Juni 2011

jejak kala mawarku luruh...

jejak kala di lima purnama kulalui tanpamu...
sendiri diri ini melangkah dalam sketsa-Nya

masih kuingat perpisahan itu
menyisakan asa dii palung jiwaku
raga dan rasa menjadi kosong sempurna

masih kuingat saat itu
setangkai mawar luruh tiba-tiba di pagi bening
mawar yang selalu mewarnai jiwaku dan mencumbu ragaku

masih kuingat masa itu
berdiri di batas kesunyian
di balik senja yang masih setia menemani hari
ku kenakan scarf hitam pemberianmu
terasa hangat seperti pelukanmu
satu kamboja putih di pusaramu
kutundukkan batinku kurapalkan doaku
untukmu...kau abadi di surga...

@24 Juni, surga itu abadi untukmu, mam....

Kamis, 09 Juni 2011

ini tentang rasa

ini tentang rasa,ketika jingga menyapa,dan embun luruh di kedua kelopakku.
ini tentang rasa,saat redup langit membayang menyingkap cahaya,pada renyah tawamu lalu berganti muram.
ini tentang rasa,pun secuil getir dan air mata.
ini tentang rasa,tentang kebekuan yang menghangat,meski waktu tak berpihak.
jika rasa tak kunjung membuatmu merasa...,
kubiarkan rasaku…
luruh melewati waktu,hingga tak kau kenali lagi siapa aku...

@Ketintang Surabaya

Rabu, 01 Juni 2011

sajak siang...

Siang menebar harum cahaya ganas.memeluk palung jiwa perempuanku.merenung mengguratkan senyum.
angin telah menyampaikan salamku padanya. katanya, semua akan indah pada waktunya.
"Apa kabarmu, kekasih?"
terbasuh sudah rindu pada palung perempuanku.saat tetesan cinta membalut mesra.

@siang di ketintang.....

Senin, 30 Mei 2011

di matamu yang ilalang...

di matamu yang ilalang kutemukan angin yang rinai.
ingin kurebah di atasnya. kan kuriap rumput yang berkelindan di dada.
dan telentang menatap rekata.
menanti hujan bintang. di matamu yang ilalang....
aku kehilangan....

@ketintang surabaya

Kamis, 19 Mei 2011

pagi...

lihatlah kekasih...pagi ini matahari mengecup bibir sang perindu
hangatnya menyatu pada peluh raga saat kita bermain di nirwana
aku merindukan itu, kekasih...
ingin secepatnya kubunuh waktu, agar bisa merasa dan meraga dengan dirimu
ingin aku pulang ke tempatmu dan merebahkan lelapku, kekasih....
...
@ketintang surabaya

lagu rindu

...
bintang malam sampaikan padanya
aku ingin melukis sinarmu di hatinya
embun pagi katakan padanya
biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya
....

"lagu rindu" yang mengalun syahdu meresap dan segelas good day chococinno hangat menemani kesendirian di jiwa yang sepi.
asyik berpikir tentang berhamburan kisah hari di tikungan jalan yang belum benar terang.
alangkah ribuan rahasia benang-benang nasib. ketika kutangkap tanda dari mata, yang tersimpan di kedalaman hati yang memilikinya.
maka pada matamu aku tuliskan pula ribuan sajak yang hampir tanpa akhiran.
kata-kataku mengalirkan bunga, menyanjungmu dalam desah angin.
aku menyerap cintamu sedalam sesak dada yang risau.
kau jadi udara yang membuatku tetap hidup
namun ketika kata - kata itu menjenuhkan dirimu. kau buat keseimbangan hidup menjadi goyah.
di manakah gerangan matamu? di manakah guratanmu untukku?
kutelisik kembali hatimu dengan rindu.
seribu tanya pun tumbuh, membelukar, bercabang dan semakin sarat beranting semak dan kering.
kekasihku, di manakah kau menyembunyikannya?
aku terjatuh di kaki bukit tandus itu dan mengenangmu di bawah pohon randu yang sepi.
masih inginkah kaupeluk mimpimu dan membacakan aku sebuah puisi di malam-malam yang terjaga, kekasihku...aku rindu...



@Ketintang Surabaya

elegi senja

gugusan mega mengarak senja yang terus bertanya-tanya tentang jalan.
yang terbentang bagai sajadah. di tepi batang-batang sungai dan bintik-bintik cahaya.aku terhenti memandang langitMu. kulihat di sudut sana, matahari yang tunduk, menekuri gerbang petangMu. sayapku terus saja memukuli udara mencari pijakan kata untuk menambatkan luka yang menganga di jiwa.
dan senja pun berlalu dengan pucat.
senjaku tak lagi memiliki jingganya. dia tidak merah seperti senjamu.
ataukah kita berada pada langit yang berbeda?
sejenak kupandangi senjaku dan kembali berpasrah pada Illahi...


@buat sahabat di balikpapan....

Minggu, 15 Mei 2011

kerinduan...

pagi ini...menikmati good day chococinno dan sepotong roti....hmm....hangat...
membaca sajak2 darimu....hhmm...nyaman...
ada pesan yang tersirat yang harus aku maknai....
aku merindukanmu, kekasih...
tidak hanya sekedar satu titik....


@ ketintang surabaya

Senin, 02 Mei 2011

buat kawanku

seperti seorang anak kecil
aku bergelayut di bahumu manja
sesekali bersitatap mungkin mesra
mungkin penuh arti
mungkin penuh makna
atau mungkin tak berarti dan tak bermakna sama sekali
berhari-hari sudah kita bikin cerita
kita menikmati
tapi di sisa malam satu pertanyaan hadir
“akankah cerita kita berakhir?”

senja itu

Starbucks coffee senja, tidak seperti biasa yang ramai. duduk di atas balkon menikmati angin dan senja yang lembayung. Menyeruput latte hangat dan secuil tiramisu dan berserakan kertas-kertas kerja di meja kayu ini.

"Jangan terlalu terfosir dengan kerjaan, sayang." katamu sambil menikmati espresso panas

"pekerjaan ini sudah berteriak-teriak untuk minta cepat diselesaikan sayang, sebelum aku tugas ke luar kota dalam kurun waktu lama." Mataku tak beralih dari laptop kesayanganku itu.

"Sayang, mari sejenak kita lupakan tentang kerjaan, tentang ketidakjelasan, tentang semuanya. Sejenak kita nikmati secangkir kopi dan sepotong roti tiramisu, sejenak kita rasakan waktu yang berhenti hanya di saat kita bahagia. Besok pesawatku take off pagi, sayang. Aku juga ada tugas di luar kota beberapa hari."

"Hahaha, sayang...kita selalu bahagia. Baiklah akan ku bereskan." Sambil merapikan kertas-kertas kerja. "Aku pasti akan selalu merindukanmu, sayang.hati-hati selama di sana ya. Jaga kesahatanmu, selamat bertugas aku mendoakanmu." Kataku.

"Thanks. Aku yang selalu merindukanmu, sayang.” Katamu

“Maafkan aku jika mulai mencintaimu, rasa ini ternyata ada." Kataku lirih.

"Jangan mencintaiku, sayang. Aku takut kita tidak bisa saling memiliki nanti."

Huuffft...hampir saja cangkir latte ini lepas dari peganganku.
"Oohh....kau ingin memiliki aku?" Aahh...pertanyaan bodoh yang ku lontarkan padanya.

"Aku ingin sekali. Tapi takut menyiksamu dan orang lain. Dan aku takut kita malah kehilangan rasa nantinya. Please...sayang, nanti kamu sakit karena cinta itu sendiri." jelasmu.

"Karena kau tidak mencintaiku, kan?" Bingung mencerna kata-katamu. "Aku belum pernah merasakan bagaimana dicintai dengan tulus. Kamu telah masuk dalam sebagian hidupku, ijinkan aku mencintaimu, sayang. Maafkan kalau aku salah. Aku sayang kamu" Kutatap matamu yang berlanskap biru langit lembayung senja ini.

"Sayang, kamu tidak akan paham. Aku juga mencintai kamu, tapi tidak bisa memiliki kamu, aku tahu itu, percayalah. Jangan perdebatkan, sayang..." Katamu seraya menggenggam tanganku.

Desau angin malam mulai menyapaku, langit masih lembayung. dingin menatap wajahmu, harapan dan asa yang kulihat dipancaran matamu. Aku tahu kau mencintaiku, aku tahu kau sayang aku, aku tahu kau selalu luangkan waktu sibukmu untukku, aku tahu kau selalu ada untukku, aku tahu kau ingin memilikiku, aku tahu itu. Dan aku juga menginginkan semuanya. Aku sadar logika memang sangat merajai pikiran kita, kita tidak mungkin bersama.

"Ijinkanlah aku mencintaimu."

"Kejarlah dulu cita-citamu, selesaikan studimu, jangan kau perdebatkan lagi, sebelum itu kamu capai, sayang." Bijak katamu itu yang membuat aku selalu ingin bersamamu.

"Meskipun aku studi di tempat yang jauh bermil-mil? 1 jam naik pesawat? tidak bisa lewat jalan darat? dipisahkan oleh laut dan pulau-pulau? aku ingin bersamamu, sayang." Tukasku

"Aku yang menyusulmu, sayang."

"Baiklah, terima kasih. Aku akan wujudkan dulu cita-citaku, dukung dan doakanlah aku selalu, sayang. Doakan juga pada suatu ketika kita bisa saling memiliki." Isakku.

"Iya sayang, pada suatu ketika." Genggaman tanganmu itulah yang membuat aku nyaman dalam sketsa hidupku saat ini.

Starbucks Coffee, BPP, 28/4/2011

Sabtu, 30 April 2011

Ketika Hujan Pagi

dia menyatakan dan aku percaya. tapi ketika aku berusaha menemukan kesungguhan matanya, dia malah memasang kacamata hitam untuk menyembunyikan dusta yang dia simpan di sana.
jangan hapus jejak sayangmu. janganlah kau berduka di senjamu. pulanglah kau padaku, sayang. kita warnai senja, malam, dan pagi bersama dalam rasa.
di bawah rinai hujan pagi ini aku merindukanmu.

Minggu, 24 April 2011

kenangan...

aku pasti merindukan kota ini.kota dimulainya sekuel hidupku yang berliku.mencintai,dicintai,menangis,luka,sakit,tertawa,hampa,berdua,sendiri, brsama2.sahabat,teman,kekasih,kalian telah melengkapi satu sekuel hidupku.sebentar lagi kota ini akan kutinggalkan untuk meretas cita2.kenangan selalu menggelayuti perjalananku.dari kota satu ke kota lain.penuh kenangan dan punya cerita.biarlah kunikmati dalam sekuel hidupku

Ketika Kau dan Aku...

Bagi kita, senja selalu sempurna. Bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?
Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu," aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu absurd?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

"Aku selalu ada untukmu, sayang". Aku selalu ingat kata-katamu itu. Tapi lihatlah...untuk meretas kebahagianpun kita mencuri waktu. Mengaburkan makna, berpeluh dalam hasrat dan rasa. Melelahkan hati dan jiwa. Aku tahu kau ingin memberikan aku kebahagiaan, namun ada dia dihidupmu. kau lelah...
Ketika rasa ini telah tertambat padamu, dia mengabadi dalam jiwa. Dan biarkanlah sayapku yang akan meninggalkanmu.
Retaslah bahagia bersamanya, sayang...

Sekuel Pagi

khayalku mengapung di riak kabut pagi
berselimut langit subuh yang mulai menapak ke bumi
desau angin menenteramkan pucuk-pucuk daun
menyerukan damai meski sekejap.
kulukis wajah langit pagi. kupandangi dia yang  mulai berubah.
lanskap biru berlalu begitu saja.
kemudian kupetik sehelai awan pagi ini lembayung warnanya
kulihat kepakan sayap elangmu melintas, mata yang selalu menghujam jiwaku, terlihat perih.
aku tengadah "retaslah bahagia bersamanya". tiba-tiba rinai hujan menyambangiku.
sendiri,kusaksikan pagi ini yang masih lembayung.
di sudut langit kutemukan dirimu.kibasan angin setia mencumbui tubuhku.
nanar tatapanku.
asa menggeliat di pelataran rindu. ingin kurengkuh dan satukan hasrat.
roh memanggil dirimu kekasih surgaku. roh ini merindukanmu. pulanglah kau kepadaku.

Sabtu, 26 Maret 2011

si mata elang

aku merindukanmu. dan malam ini kita bertemu. bercerita tentangku juga tentangmu. makan malam dan menikmati keindahan malam di Taman Bekapai. seperti yang kita sering lakukan di satu masa.
"Makan apa?" Tanyamu ketika aku baru sampai ke taman, dan kau terlebih dahulu menunggu.
"Hmm...apa, ya...mie pangsit aja. Kamu apa?" Tanyaku.
"Oke kita jalan ke arah sana ya." Katamu....tiba-tiba kau gandeng tanganku. Kutolehkan wajahku pada mata elangmu, kau tersenyum.
"Aku pengen makan mie pangsit, kamu?"
"Pesan gado-gado ya..."
"Kamu semakin sibuk." Katamu.
ya, aku memang semakin sibuk. menyibukkan diri, merasakan jadi si workoholic. Dan seandainya kau tahu, kadang aku penat, kadang aku ingin berbagi penatku denganmu.Ahh...
"Iya maklum banyak tugas ngajar n tugas yang lainnya...musti di bagi-bagi tho....." Kataku sambil makan mie pangsit yang dah lama banget gak nyicipin.
"Jangan terlalu sibuk, harus ada waktu buat diri sendiri." Tatapan mata elangmu menghujam diriku. Kenapa kau bicara seperti itu? Kau yang membuat aku jadi workoholic.
"Aku masih ada waktu untuk diriku sendiri. Tapi kau yang gak ada waktu untuk diriku." sanggahku menatap mata elangmu. Ada kilat di sana. Aku tahu kamu pasti merasa.
"Kamu tahu kan, kita sama-sama sibuk. Sabtu malam aku sama dia. Minggu malam aku sama kamu. Waktu harus aku bagi-bagi. Kamu harus ngertiin." kilahmu. Aku selalu ngerti. Kamu sama dia pun aku harus ngertiin.
Bertemu denganmu seperti ini sangat membuatku bersyukur. Allah selalu memberikan kesempatan pada kita untuk bertemu.
"Hei...tumben HP mu gak bunyi?"
"Ku matikan agar dia gak telpon. Dia cemburuan. Dan saat ini aku sama kamu." Tatapan mata elangmu membuatku ingin selalu menatap jiwamu. masih bisakah mata elang itu kumiliki?
....
Friday nite....

Rabu, 23 Maret 2011

Tuesday...

         Di lantai dua gedung sekolah tempat aku mengajar. Sembari menunggu pergantian jam kelas. Kutatap nanar pagi ini. rinai hujan masih terdengar seperti nyanyian jiwa yang sepi. Setia dengan irama yang sama. Buih-buih rinainya menyapa wajahku di kala berdiri sendiri di koridor sekolah. Hari ini jadwal mengajarku di salah satu sekolah di Kota Balikpapan. aktivitas seperti biasa bagaikan ritme yang mengalun merdu. Bercanda dengan materi, berbagi ilmu bersama siswa. lelah, penat, namun menyisakan kebahagiaan tersendiri bagiku.
         Siang yang hanya pasrah pada hari. Mendung ternyata masih setia bergelayut manja pada awan hingga buihnya tersa damai. Sepulang mengajar, kularikan motorku menuju salah satu pusat makanan di daerah Klandasan. Di sana telah menunggu temanku untuk makan siang bareng. Coto Makasar. Kali ini  kami ingin menikmati makanan tersebut yang berasal dari Makasar Sulawesi selatan. Hhhmmm...Coto Makasar...aku teringat akan kamu.
"Menurutku ini adalah coto makasar yang paling enak di Balikpapan..." katamu waktu itu dengan sibuk memeperkenalkan masakan khas daerahmu.
"Hahaha...ya iyalah..menurutmu enak, ini kan dari daerahmu, tho?"
"Hehehe...sudah makan aja habiskan yang kenyang, ya.." ucapmu sambil menyeruput segelas es teh manis.
...aah...kenangan itu aku rindu suasananya....akankah dapat terulang?
Tapi kali ini kunikmati coto Makasar bersama temanku. bercerita, ngerumpi, share, bareng-bareng mecahin solusi.
"Gimana kabar Aristya, masih sama kakaknya Ani?" Tanyaku memecah keheningan.
"Aku lelah mbak, aku capek melanjutkan hubungan ini. Dia selalu menyakiti hati, gak mau ngertiin keadaanku." curhatmu. Mengalirlah ceritanya, menceritakan hubungannya dengan teman dekatnya.Ceritanya hampir sama yang pernah kualami, jadi aku bisa memberikan sedikit solusi untuknya.
        Hari masih menyisakan sepenggal cahayanya. Pulang ke rumah adalah hal yang selalu kuimpikan di saat penat kerja. tempat istirahat yang selalu membuat aku bermimpi indah. Sejenak berbaring, tiba-tiba temanku datang dengan menyisakan isaknya yang galau. resah aku menatapnya, kurengkuh bahunya.
"Apa yang membuatmu galau Davina? Masih sakitkah badanmu?"
"Kenapa si abang akhir-akhir ini selalu menghindar, setiap aku telpon tidak pernah diangkat. Giliran ditelpon dengan nomor lain pasti diangkat. Kenapa dia mempermainkan perasaanku?" Mengalirlah ceritamu yang selalu setia kusimak, di sela-sela irama isakmu.
        Malam selalu merangkak mengikuti gurat-Nya. Malam ini di kampus aku sedang memberikan mata kuliah sastra pada mahasiswaku. Hingga tak terasa telas habis waktu untuk bertatap muka.
Ahh...pulang dari beraktivitas, aku bertemu dengannya.
"Pulangnya hati-hati, ya. Maaf aku tak bisa mengantar, karena aku harus mengantar temanku." katamu dengan tatapan mata elangmu yang selalu membuatku rindu.
"Iya, kamu juga hati-hati. Tapi aku mo cari makan dulu. Laper banget, hehehe..."
"Hmm...aku juga laper...atau...maukah nunggu aku di suatu tempat, kita makan bareng? Aku mo antar temenku dulu." Katamu sambil lihat jam tangan silvermu. "Oh...gak usahlah ini dah terlalu malam untukmu. Karena rumah temenku jauh. lain kali, ya? Maaf." Ucapmu lagi.
"Baiklah next time kita bareng. Aku pulang dulu."
Hmm....aku selalu merindukanmu...

Tuesday, March 22, 2011

Selasa, 22 Maret 2011

my feature 's today...

       Siang itu kularikan motor kesayanganku menuju sebuah Mal di Balikpapan. Sedikit lelah terpancar di ruang wajahku. Setelah memberikan kuliah sejak pagi. Ku ayunkan langkahku menuju Pacifica Food, untuk sejenak mengisi perutku yang berteriak tanpa ampun...Oh..Tuhan pagi tadi aku hanya makan roti dan segelas susu...gumamku. Karena terburu-buru untuk pergi ke sekolah dan ternyata aku juga harus menyampaikan kuliah pagi ini.
       Duduk sendiri sembari memandang laut yang terpantul gelayut awan. Alunan Jazz yang disuguhkan menyentuh jiwa, tanpa sadar aku berlirih...aku merindukannya...
Kutatap langit. Mendung. Samar aku menangkap gerakan awan yang gelisah. Mungkin sebentar lagi akan jatuh gerimis. Suasana ini menyengat pikiranku. Mengingatkanku pada sesosok pribadi. Kala itu sering kita melepas lelah dari aktivitas kerja dan bertemu di tempat ini. Tempat favorit kita. Ahh...kamu memang meninggalkanku pada akhirnya...meski mata elangmu menyiratkan bahwa kamu tidak meninggalkanku.
Hufft...waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WITA, aku harus cepat menyelesaikan makan siangku dan bergegas menuju tempat lain. Karena di sana telah menunggu salah satu mahasiswaku untuk share bersama.
Di sinilah aku siang ini berada. Perpustakaan Daerah di kota ini. Kecil menurutku tapi tak menyurutkanku untuk mencari literatur bahan kuliah. Menghabiskan sisa waktu menikmati riak hujan sembari bercanda dengan buku-buku, membuat segala macam permasalahan sejenak menyingkir dari perhatianku. Waktu benar-benar habis ditelan hari. Sore masih menggenang, aku larikan motorku menuju salah satu kampus di kota ini. Kampus tempat aku berbagi ilmu bersama mahasiswaku.
       Malam merayap, setelah memberikan materi kuliah jam pertama. Bergegas aku harus menemui temanku yang telah menunggu di salah satu Mall. Di tempat favorit kami, J.Co tempat yang nyaman untuk melepas lelah dan berbincang-bincang.
"Sorry, i'm late...di kampus masih ada urusan. dah lama menunggu?"
"Gak..aku juga baru nyampe kok. Have something problem with us, aku gak tahu harus cerita pada siapa selain kamu..." mendengar isaknya, aku tidak tega. Kurengkuh bahunya.
"Ceritalah padaku. Aku dengan setia akan selalu menyimaknya."
Mengalirlah ceritanya, sedih. Tapi aku hanya bisa memberikan kesetiaan untuk mendengar dan sedikit solusi.
       Malam semakin merangkak cepat pada hari. Sepulang dari beraktivitas seharian, raga ini lelah. Dalam lirihku...tapi hati tak pernah lelah untuk menyimpan cinta dan menantimu...Aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk menatap mata elangmu, mata yang selalu membuat aku nyaman. Meski tak  menjadi milikku...ah mata itu.

Monday, March 21, 2011

Sabtu, 19 Maret 2011

lelaki itu

mencintaimu dengan kesederhanaan. mencintaimu dalam kedamaian. mencintaimu dalam kesenyapan. cinta tak pernah lelah menanti. jiwa ini telah terpatri. roh ini telah mendekam. meski raga penat. akan ada saatnya nanti. kita bersama. aku menunggu meski harus sendiri dan membeku dalam masa.

Kamis, 17 Februari 2011

rasa ini

kupikir aku hanya menyayangimu, ternyata aku mencintaimu....aku tak tahu bagaimana perasaan ini tiba-tiba datang, kalau aku tahu aku pasti enggan...dan kenapa mencintaimu itu harus kamu? yang aku tahu kamu tak punya perasaan itu. inginku mengenyahkan rasa ini tapi aku tidak mampu. meski di lisanku berkata "aku sanggup"....aku tak mau bertanya pada hati, jelas saja hatiku tidak bisa menjawab.....
aku berkata padamu "ijinkanlah aku selalu mencintaimu."

Sabtu, 15 Januari 2011

stuck

semakin ingin ku melupakanmu
semakin ingin ku bersamamu
bantu aku menghilangkan perasaan ini...

Sabtu, 08 Januari 2011

perjalanan sang lelaki

kapal yang sedang bersauh di hamparan laut samudra
mengantarkan sang lelaki dalam sebuah perjalanan hidupnya
di sudut anjungan kau berdiri
kau biarkan angin menggigilkan tubuhmu
kau menikmati perjalanan ini
kau menikmati waktu yang sedang menggiringmu ke dalam sebuah pikiran
pikiran yang selalu menari-nari di alammu
di tanah rantau kau akan berjuang bersama pikiranmu, lelaki...