Senin, 02 Mei 2011

senja itu

Starbucks coffee senja, tidak seperti biasa yang ramai. duduk di atas balkon menikmati angin dan senja yang lembayung. Menyeruput latte hangat dan secuil tiramisu dan berserakan kertas-kertas kerja di meja kayu ini.

"Jangan terlalu terfosir dengan kerjaan, sayang." katamu sambil menikmati espresso panas

"pekerjaan ini sudah berteriak-teriak untuk minta cepat diselesaikan sayang, sebelum aku tugas ke luar kota dalam kurun waktu lama." Mataku tak beralih dari laptop kesayanganku itu.

"Sayang, mari sejenak kita lupakan tentang kerjaan, tentang ketidakjelasan, tentang semuanya. Sejenak kita nikmati secangkir kopi dan sepotong roti tiramisu, sejenak kita rasakan waktu yang berhenti hanya di saat kita bahagia. Besok pesawatku take off pagi, sayang. Aku juga ada tugas di luar kota beberapa hari."

"Hahaha, sayang...kita selalu bahagia. Baiklah akan ku bereskan." Sambil merapikan kertas-kertas kerja. "Aku pasti akan selalu merindukanmu, sayang.hati-hati selama di sana ya. Jaga kesahatanmu, selamat bertugas aku mendoakanmu." Kataku.

"Thanks. Aku yang selalu merindukanmu, sayang.” Katamu

“Maafkan aku jika mulai mencintaimu, rasa ini ternyata ada." Kataku lirih.

"Jangan mencintaiku, sayang. Aku takut kita tidak bisa saling memiliki nanti."

Huuffft...hampir saja cangkir latte ini lepas dari peganganku.
"Oohh....kau ingin memiliki aku?" Aahh...pertanyaan bodoh yang ku lontarkan padanya.

"Aku ingin sekali. Tapi takut menyiksamu dan orang lain. Dan aku takut kita malah kehilangan rasa nantinya. Please...sayang, nanti kamu sakit karena cinta itu sendiri." jelasmu.

"Karena kau tidak mencintaiku, kan?" Bingung mencerna kata-katamu. "Aku belum pernah merasakan bagaimana dicintai dengan tulus. Kamu telah masuk dalam sebagian hidupku, ijinkan aku mencintaimu, sayang. Maafkan kalau aku salah. Aku sayang kamu" Kutatap matamu yang berlanskap biru langit lembayung senja ini.

"Sayang, kamu tidak akan paham. Aku juga mencintai kamu, tapi tidak bisa memiliki kamu, aku tahu itu, percayalah. Jangan perdebatkan, sayang..." Katamu seraya menggenggam tanganku.

Desau angin malam mulai menyapaku, langit masih lembayung. dingin menatap wajahmu, harapan dan asa yang kulihat dipancaran matamu. Aku tahu kau mencintaiku, aku tahu kau sayang aku, aku tahu kau selalu luangkan waktu sibukmu untukku, aku tahu kau selalu ada untukku, aku tahu kau ingin memilikiku, aku tahu itu. Dan aku juga menginginkan semuanya. Aku sadar logika memang sangat merajai pikiran kita, kita tidak mungkin bersama.

"Ijinkanlah aku mencintaimu."

"Kejarlah dulu cita-citamu, selesaikan studimu, jangan kau perdebatkan lagi, sebelum itu kamu capai, sayang." Bijak katamu itu yang membuat aku selalu ingin bersamamu.

"Meskipun aku studi di tempat yang jauh bermil-mil? 1 jam naik pesawat? tidak bisa lewat jalan darat? dipisahkan oleh laut dan pulau-pulau? aku ingin bersamamu, sayang." Tukasku

"Aku yang menyusulmu, sayang."

"Baiklah, terima kasih. Aku akan wujudkan dulu cita-citaku, dukung dan doakanlah aku selalu, sayang. Doakan juga pada suatu ketika kita bisa saling memiliki." Isakku.

"Iya sayang, pada suatu ketika." Genggaman tanganmu itulah yang membuat aku nyaman dalam sketsa hidupku saat ini.

Starbucks Coffee, BPP, 28/4/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar